Kolaborasi JICA SDGs Project, SDGs Center Unud dan Bappeda Provinsi Bali Sepakat Kuatkan Kerangka Kerja Implementasi SDGs di Bali
Bertempat
di Ruang Sandat, Bappeda Provinsi Bali Tanggal 23 Juli 2024 Pukul 13.00-14.30
Wita telah terlaksana pertemuan Penguatan
Kerangka Kerja Implementasi SDGs untuk Pemerintah Daerah.
Prof. Dr.
Ir. I Wayan Budiasa, S.P., M.P., IPU, ASEAN Eng selaku Ketua SDGs Center Unud
memperkenalkan Hisaaki Mitsui selaku JICA SDGs Project Team Leader yang didampingi
oleh Michael Permana Rinaldi (Peneliti Senior JICA SDGs Project), dan Dr. I
Ketut Surya Diarta, S.P., M.A. (Sekretaris SDGs Center Unud). Kunjungan
tersebut disambut sangat baik oleh Ida Bagus Gde Wesnawa Punia, S.T., M.Si.
selaku Kepala Bidang Pemerintahan dan Pembangunan Manusia dan sejumlah staf. Prof.
Budiasa mengkonfirmasikan bahwa pertemuan ini adalah pertemuan lanjutan dari
pertemuan sebelumnya antara JICA SDGs Project (yang diwakili oleh Michael
Permana Rinaldi didampingi Ketua SDGs Center Unud) dan Kabid PPM dan staf
mewakili Bappeda Provinsi Bali yang telah terlaksana 15 Juli 2024 di Gedung
Pascasrjana Universitas Udayana.
Hisaaki
Mitsui memaparkan bahwa pertemuan ini sebagai implementasi kerjasama antara
Pemerintah Indonesia melalui Kementerian PPN/Bappenas dan Japan International Cooperation Agency (JICA) dalam rangka
pelaksanaan Perpres 59 Tahun 2017 yang diperbaharui dengan Perpres 111 Tahun
2022 tentang Pelaksanaan Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan/Sustainable Development Goals (TPB/SDGs)
di Indonesia. Periode JICA SDGs Project tersebut dimulai Desember 2023 hingga
November 2026. Sekarang ini JICA SDGs Project memasuki fase II dengan tujuan
untuk memperkuat kapasitas implementasi TPB/SDGs Pemerintah Daerah pada lima
Provinsi terpilih sebagai Pilot Project, yaitu Provinsi Sumatera Utara, DKI
Jakarta, Provinsi Kalimantan Timur, Provinsi Bali, dan Provinsi Sulawesi
Selatan. Output yang diharapkan dari proyek ini (1) Adanya mekanisme
implementasi TPB/SDGs di provinsi terpilih yang didukung langsung oleh SDGs
Center, (2) Peningkatan kapasitas pemantauan dan evaluasi (e-MONEV) Rencana
Aksi Daerah (RAD) TPB/SDGs bagi pemerintah provinsi terpilih, dan (3) terpromosikannya
kerja sama multi pihak dengan aktor non-pemerintah di provinsi terpilih dalam
mendukung pelaksanaan dan pencapaian TPB/SDGs.
Sebuah praktek baik terkait dengan output 3 dibagikan oleh
Hisaaki Mitsui, yaitu Program Registrasi Bisnis SDGs. Sebuah sistem
untuk lebih dari 100 pemerintah
daerah di
Jepang yang meregistrasikan secara nasional sekitar 53.000 bisnis
lokal (sebagian besar peserta adalah UMKM) yang menunjukkan keinginan untuk
mencapai SDGs. Program ini
tidak bermaksud memberikan penghargaan kepada perusahaan atas pencapaian
mereka, tetapi lebih kepada mendaftarkan perusahaan yang termotivasi untuk
mencapai SDGs di
masa depan. Semua
perusahaan yang memenuhi persyaratan tertentu akan didaftarkan, dan persyaratan yang
berlaku tidak sama untuk setiap pemerintah daerah. Contoh persyaratan registrasi
perusahaan SDGs di pemerintah Prefektur Nagano: (1) Menyatakan
kebijakan manajemen, dll. untuk mencapai SDGs serta
prioritas dan target untuk ketiga aspek lingkungan, sosial, dan ekonomi; (2)
Menjelaskan 42 poin penilaian yang ditetapkan oleh pemerintah daerah sebagai inisiatif
spesifik sehubungan dengan kegiatan perusahaan yang berkaitan dengan SDGs,
misalnya tidak adanya kekerasan/pelecehan seksual, keselamatan dan
kesehatan kerja (K3), dll (self-assessment). Manfaat bagi
perusahaan yang telah teregistrasi/berlogo SDGs adalah memperoleh kemudahan
promosi pada website pemerintah daerah, fasilitas pinjaman dengan bunga rendah,
mendapat poin ekstra saat pengajuan tender, mengangkat citra perusahaan
terutama dalam rekrutmen tenaga kerja, mendapat fasilitas dalam pertemuan mitra
usaha. Mitsui menambahkan, Provinsi Bali dengan pariwisata sebagai sektor
unggulan berpotensi mengadopsi praktek baik di Jepang.
Ida Bagus Wesnawa Punia, S.T., M.Si. merespon positif
paparan Mitsui tersebut. Untuk mencapai output 1, sangat penting JICA SDGs
Project memfasilitasi SDM Bappeda Kabupaten/Kota agar memiliki pemahaman yang
setara dan memadai terkait dengan implementasi TPB/SDGs di Kabupaten/Kota
se-Bali. Sebelumnya, kami telah mendorong pembentukan SDGs Center Unud, dan
telah mendapat pelatihan dari JICA SDGs Project. Kami berharap SDGs Center Unud
bersama JICA SDGs Project dapat memfasilitasi mengumpulkan SDM Bappeda Kabupaten/Kota
se-Bali untuk mendapatkan pelatihan terlebih dahulu sehingga mereka siap dan
tidak kebingungan dalam mengimplementasikan TPB/SDGs. Terkait dengan output 2,
kami sudah menyusun RAD dan kami menyusun laporan tahunan yang dimandatori.
Permasalahan terbesar yang kami hadapi adalah dalam pengumpulan atau pemenuhan
datanya. Oleh karena itu, peningkatan kapasitas pemantauan dan evaluasi (e-MONEV)
Rencana Aksi Daerah (RAD) TPB/SDGs bagi bagi pemerintah daerah juga sangat
relevan. Dengan terealisasinya output 1 dan 2, maka lebih mudah dalam mencontoh
praktek baik di Jepang untuk diterapkan di Provinsi Bali sebagai implementasi
output 3. Terlebih-lebih di Provinsi Bali telah terbentuk Forum Tanggung Jawab
Sosial dan Lingkungan (Forum TJSL) yang didasari oleh Perda Provinsi Bali Nomor
8 Tahun 2023 tentang TJSL Perusahaan, dan Pergub Bali Nomor 46 Tahun 2023
tentang Peraturan Pelaksanaan dari Perda tersebut. Hal ini diharapakn dapat
memperkuat implementasi output 3 dari JICA SDGs Project ini.
Dr. Surya Diarta menambahkan bahwa terkait sektor pariwisata
berkelanjutan, Bali perlu mengarah pada quality
tourism seperti yang sempat disinggung oleh Mitsui-sensei dan Pak Bagus
Wesnawa karena Bali memiliki carrying
capacity tertentu. Community Based Quality
Tourism (CBQT) sejalan dengan SDGs melalui standardisasi yang mengacu pada
Permenparekraf Nomor 9 Tahun 2021 tentang Pedoman Destinasi Pariwisata
Berkelanjutan dan kriteria internasional dari GSTC 2019 yang memang telah
mengintegrasikan SDGs kedalam standar/kriteria tersebut. CBQT tersebut dapat kita
mulai dari desa sebagai benteng menyelamatkan Bali dari gempuran industri
pariwisata dan mass tourism.
UNIVERSITAS UDAYANA