Abdul Wahid : " PRAKTIK BUDAYA RAJU DALAM PLURALITAS DOU MBAWA DI BIMA, NUSA TENGGARA BARAT "

Senin, 29 Februari 2016. Program Pascasarjana kembali mengadakan sidang terbuka Promosi Doktor atas nama Promovendus Abdul Wahid, M.Ag., M.Pd dari Program Doktor Kajian Budaya dengan disertasinya yang berjudul " PRAKTIK BUDAYA RAJU DALAM PLURALITAS DOU MBAWA DI BIMA, NUSA TENGGARA BARAT ". Acara sidang ini dipimpin oleh Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S(K)

[caption id="attachment_4429" align="alignright" width="300"]IMG_8040 Promovendus foto bersama dengan Pimpinan Sidang, Promotor, Kopromotor dan Tim Penguji setelah sidang selesai[/caption]

Dalam disertasinya dinyatakan bahwa Penataan ulang kehidupan keagamaan dalam rezim Orde Baru (1966-1998), yang mengharuskan penduduk memeluk salah satu dari agama resmi, telah menciptakan ketegangan bagi kepercayaan lokal, Parafu, di kalangan Dou Mbawa di Bima, Nusa Tenggara Barat. Kehadiran Islam dan Kristen sebagai agama baru dan resmi menjadikan mereka sebagai masyarakat yang pluralistik yang bisa memicu budaya kompetisi dan konflik. Karena Islam, Kristen, dan Parafu memiliki ideologi dan identitas, maka perebutan hegemoni di antara mereka tidak bisa dihindarkan. Konteks ini menghasilkan kegelisahan sekaligus kearifan komunal yang berujung pada reproduksi praktik budaya Raju, yaitu doa bersama yang dihelat tahunan dan melibatkan ketiga komunitas agama.

Praktik budaya Raju sebagai bentuk kearifan lokal Dou Mbawa untuk merawat harmoni, sayangnya, dipandang sebagai bentuk sinkretisme agama oleh masyarakat Muslim Bima mayoritas. Dou Mbawa, tak ayal, dianggap membahayakan kemurnian ajaran agama semitik. Praktik budaya Raju akhirnya menjadi medan budaya bagi pertarungan dan relasi kuasa. Subyek penelitian ini adalah praktik budaya Raju dalam fungsinya sebagai wahana merespons hegemoni dari luar dan perangkat komunikasi internal Dou Mbawa. Pertanyaan penelitian adalah: (1) Apa basis sosial dan modal yang memicu reproduksi praktik budaya Raju dalam pluralitas Dou Mbawa; (2) Bagaimana respons terhadap hegemoni berlangsung pada praktik budaya Raju dalam pluralitas Dou Mbawa; (3) Bagaimana makna tindakan komunikasi pada praktik budaya Raju dalam pluralitas Dou Mbawa.

Permasalahan ditelusuri dan dijawab menggunakan pendekatan kualitatif dengan corak etnografi kritis (critical ethnography). Sebagai penelitian kajian budaya yang berbasis teori kritis, penelitian ini bertolak dari argumentasi bahwa ritual adalah tindakan politik yang mencerminkan gagasan ideologi bagi pendukungnya, dan menggambarkan relasi dan struktur sosial. Penelitian ini, karenanya, membingkai praktik budaya Raju dengan teori-teori relevan yang digunakan secara eklektik, yaitu praktik Bourdieu, teori hegemoni Gramsci, dan teori tindakan komunikatif Habennas.

Berdasarkan studi lapangan di Mbawa dalam rentang waktu 2011-2014 penelitian ini menghasilkan temuan: Pertama, praktik budaya Raju muncul dari tantangan pluralitas dan dibentuk oleh habitus Mori Sama, yaitu pandangan dunia komunal yang disatukan oleh kesamaan asal usul dan kepercayaan Kedua, transformasi praktik budaya Raju mencerminkan operasi hegemoni pada wilayah pengetahuan dan otoritas moral, menghasilkan penerimaan, kontra-hegemoni, dan varian quasihegemoni. Ketiga, tindakan komunikatif dalam praktik budaya Raju berupa wacana dan doa menghasilkan penguatan identitas, konsolidasi internal, dan doktrin kehidupan bersama bagi harmoni sosial. (pps.unud/IT)