Ary Widiastini : " PEDAGANG ACUNG SEBAGAI BASIS EKONOMI KELUARGA DI DESA BATUR TENGAH, KAWASAN PARIWISATA KINTAMANI, BALI "

Jumat, 12 Agustus 2016. Program Pascasarjana kembali mengadakan sidang terbuka Promosi Doktor atas nama Promovenda Ni Made Ary Widiastini, S.ST.Par.,M.Par dari Program Doktor Kajian Budaya dengan disertasinya yang berjudul " PEDAGANG ACUNG SEBAGAI BASIS EKONOMI KELUARGA DI DESA BATUR TENGAH, KAWASAN PARIWISATA KINTAMANI, BALI ". Acara sidang ini dipimpin oleh Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S(K)

[caption id="attachment_4665" align="alignright" width="300"]IMG_1481 Prof.Dr. I Wayan Ardika, M.A menyerahkan penghargaan kepada Promovenda Ni Made Ary Widiastini, S.ST.Par.,M.Par sebagai tanda lulus ujian terbuka program doktor[/caption]

Dalam disertasinya dinyatakan bahwa Pedagang acung merupakan salah satu jenis pekerjaan yang ditekuni oleh masyarakat minim modal di daerah-daerah kepariwisataan di Bali, termasuk pada kawasan pariwisata popular Kintamani, Kabupaten Bangli khususnya di Desa Batur Tengah yang lebih dikenal sebagai Penelokan. Keberadaan mereka tidak saja dianggap buruk oleh pelaku bisnis pariwisata, namun juga dianggap sebagai faktor utama yang menghambat perkembangan pariwisata di Kintamani, bahkan mereka mendapat stigma sebagai patologi sosial. Hal ini tentu menarik untuk dicermati mengingat pedagang acung tetaplah sebuah pekerjaan yang halal, yang merupakan salah satu bentuk pekerjaan di sektor informal di dalam industri pariwisata Bali. Memahami fenomena pedagang acung di Desa Batur Tengah, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui alasan sektor informal pedagang acung dimanfaatkan sebagai basis ekonomi keluarga, bentuk praktik pedagang acung sebagai basis ekonomi keluarga, dan perebutan ruang makna pedagang acung pada kawasan pariwisata Kintamani serta kaitannya dengan entitas perempuan.Teknik observasi, wawancara dan studi pustaka digunakan dalam metode penelitian ini. Data dianalisis secara eklektik dengan menggunakan teori praktik sosial, teori dekonstruksi, teori feminisme dan teori pendukung lainnya yang terkait dengan penelitian yang dilakukan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dipilihnya pedagang acung sebagai pekerjaan oleh masyarakat di Desa Batur Tengah karena adanya keterbatasan modal yang dimiliki oleh mereka, baik modal ekonomi, pendidikan, keterampilan, dan terbatasnya waktu kerja karena memiliki beban hidup lainnya khususnya mereka yang telah berkeluarga. Di dalam praktiknya, pedagang acung melakukan interaksi dengan berbagai pihak yang terlibat di dalam kepariwisataan Kintamani yang tentunya terjadi perebutan modal karena masing-masing pihak memiliki kepentingan yang berbeda-beda. Sebagai kawasan pariwisata yang telah dikenal hingga ke luar negeri bahkan ditetapkan sebagai Global Geopark Kintamani, menyebabkan daerah tersebut diperebutkan secara ekonomi, sosial-budaya, politik maupun lingkungan. Makna ekonomi diperebutkan untuk pemenuhan kebutuhan material; makna sosial-budaya diperebutkan untuk menguatkan jaringan sosialnya dan status; makna politik diperebutkan untuk kekuasaan; sementara makna lingkungan diperebutkan untuk meraih keuntungan ekonomi dan kepercayaan penguasa. Melalui penelitian ini ditemukan paradigma baru tentang pedagang acung sebagai salah satu bentuk kewirausahaan di bidang pariwisata yang direspon oleh masyarakat sebagai industri yang multipeluang. Selain itu perkembangan pariwisata di kawasan Kintamani sangat tergantung dengan tokoh elit masyarakat yang non struktural. Pada praktiknya masyarakat sangat patuh terhadap tokoh elit masyarakat yang dianggap sebagai patron. Untuk itu, pemerintah daerah selain memberikan ruang gerak bagi pedagang acung juga harus mampu bersinergi dengan tokoh masyarakat yang memiliki kekuatan dan kekuasaan. (pps.unud/IT)