Ervanita Restulita L. Sigia : " EKSISTENSI BALIAN BAWO DAYAK LAWANGAN DI DUSUN TENGAH, BARITO TIMUR, KALIMANTAN TENGAH "

Senin, 4 Januari 2016. Program Pascasarjana kembali mengadakan sidang terbuka Promosi Doktor atas nama Promovenda Ervanita Restulita L. Sigia, S.S., M.Si dari Program Doktor Kajian Budaya dengan disertasinya yang berjudul " EKSISTENSI BALIAN BAWO DAYAK LAWANGAN DI DUSUN TENGAH, BARITO TIMUR, KALIMANTAN TENGAH ". Acara sidang ini dipimpin oleh Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S(K)

[caption id="attachment_4374" align="alignright" width="300"]IMG_6660 Promovenda foto bersama dengan Pimpinan Sidang, Promotor, Kopromotor dan Tim Penguji setelah sidang selesai[/caption]

Dalam disertasinya dinyatakan bahwa Globalisasi dengan segala implikasinya telah membawa pengaruh ke dalam kehidupan masyarakat Dayak Lawangan di Dusun Tengah, Barito Timur, Kalimantan Tengah. Salah satunya terlihat dari keberadaan balian bawo belakangan ini yang semakin langka tereduksi oleh modernisasi. Pada saat ini para penutur balian bawo tersebut semakin berkurang jumlahnya, mulai kehilangan generasi penerus. Realitas keberadaan balian bawo mengarah kepada kelangkaan padahal eksistensi balian bawo dalam berbagai segi bagi komunitas Dayak Lawangan masih berfungsi untuk kehidupan mereka. Di sisi lain terjadi pula kontradiktif di kalangan generasi muda Dayak Lawangan, kurang tertarik menjadi balian bawo. Hal ini akan berpengaruh pada proses regenerasi balian bawo selanjutnya. Berdasarkan latar belakang tersebut, rumusan masalah meliputi: (1) bagaimana praktik balian  bawo dan relasinya dengan pranata kehidupan komunitas Dayak Lawangan di Dusun Tengah, Barito Timur, Kalimantan Tengah, (2) mengapa terjadi kelangkaan balian bawo di Dusun Tengah, Barito Timur, Kalimantan Tengah, (3) bagaimana implikasi kelangkaan balian bawo bagi komunitas Dayak Lawangan di Dusun Tengah, Barito Timur, Kalimantan Tengah. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Data dikumpulkan dengan teknik observasi, wawancara, dan studi dokumen. Analisis masalah tersebut menggunakan teori genealogi, kekuasaan dan pengetahuan, teori praktik sosial dan teori semiotika.

Hasil penelitian ini adalah sebagai berikut. Pertama, praktik bahan bawa secara genealogi diperoleh melalui mitologi dan proses menjadi balian bawo, yang melahirkan posisi sentral balian bawo dalam praktik ritual balian bawo. Dalam praktiknya, kekuasaan generatif balian bawo sangat penting dan dominan bagi komunitas Dayak Lawangan berperan dalam aspek penyembuh, pembersihan atau penyucian (memalas) terdiri atas fungsi menghilangkan bala (manifes) dan fungsi pencegahan bala (laten). Praktik Balian bawo merupakan pranata penyangga sosial budaya bagi kehidupan Dayak Lawangan terdiri atas fungsi religiusitas, pelestarian budaya, kehidupan sosial, dan estetika. Kedua, penyebab utama kelangkaan balian bawo, yaitu pendidikan formal dan keterputusan proses internalisasi dalam keluarga, rendahnya pendapatan sebagai balian bawo, besarnya tanggung jawab dan resiko sebagai balian bawo meliputi komitmen profesi, sangsi adat dan pantangan, tuntutan kemampuan spritual dan fisik sebagai balian bawo, persoalan ideologi dan psikologi dalam komunitas Dayak Lawangan. Ketiga, implikasi kelangkaan balian bawo meliputi komodifikasi praktik ritual, tetjadinya pergulatan ideologi terhadap praktik ritual balian bawo, melemahnya ikatan sosial dan solidaritas antaranggota komunitas,' dan biaya proses ritual yang cukup tinggi. Dengan demikian, makna implikasi kelangkaan balian bawo telah menyentuh dimensi ideologis, dimensi struktur sosial, dan dimensi infrastuktur matrial. (pps.unud/IT)