I Gusti Ketut Purnaya: Relasi Kuasa Dalam Pengelolaan Resor Wisata Nusa Dua, Bali
Jumat, 6 Maret 2015. Program Pascasarjana Universitas Udayana kembali menyelenggarakan sidang terbuka Badan Perwakilan Pascasarjana (BPPs) dengan acara tunggal yaitu Ujian Terbuka Promosi Doktor. Pada ujian kali ini yang akan diuji atas nama Promovendus Drs. I Gusti Ketut Purnaya, SH.,M.Si dari Program Studi Doktor Kajian Budaya. Mantan Direktur Operasi BTDC Nusa Dua dan juga dosen di Sekolah Tinggi Pariwisata Bali Internasional/Sekolah Pariwisata Bali ini melakukan penelitian di kawasan Resor Wisata Nusa Dua Bali.
Dalam disertasinya yang berjudul “Relasi Kuasa Dalam Pengelolaan Resor Wisata Nusa Dua, Bali” dinyatakan bahwa, penelitian ini menganalisis relasi kuasa tiga pengempu kepentingan dalam pengelolaan Resor Wisata Nusa Dua, dalam era satu setengah dekade terakhir ini, yaitu sejak reformasi (1998) sampai 2013. Tiga pengempu kepentingan di resor ini yaitu pemerintah/Bali Tourism Development Corporation BTDC (pemilik), investor (pengelola hotel), dan masyarakat. Selama ini, penelitian terhadap Nusa Dua difokuskan pada aspek kepuasan wisatawan, aspek lingkungan secara sempit pada pengolahan limbah, partisipasi masyarakat dalam pengelolaan Nusa Dua, dan aspek dampak ekonomi.
Menurut Promovendus, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bentuk relasi kuasa dalam pengelolaan Resor Wisata Nusa Dua pada masa pasca reformasi 1998-2013, ideologi apakah yang mempengaruhi relasi kuas dalam pengelolaan Resor Wisata Nusa Dua, dan pemaknaan relasi kuasa dalam pengelolaan Resor Wisata Nusa Dua dikalangan tiga pengempu kepentingan yaitu pemerintah, pengusaha, dan masyarakat.
Penelitian ini menggunakan teori hegemoni (Gramsci), diskursus kuasa/pengetahuan (Foucault), dan tindakan komunikatif (Habermas) yang diaplikasikan secara eklektik mengingat sub-topik yang dibahas berkaitan satu sama lainnya. Analisis mengenai relasi kuasa antara BTDC, pengusaha, dan masyarakat dalam pengelolaan Resor Wisata Nusa Dua diperkuat dengan analisis sub-topik ideologi-ideologi yang mempengaruhi relasi kuasa dan strategi setiap pilar memaknai relasi di antara mereka.
Hasil analisis menunjukkan bahwa relasi kuasa antara BTDC dengan masyarakat mengalami perubahan drastis sejak era reformasi dari hubungan hegemonik menjadi hubungan negosiatif dan kemudian oposisional (kontra hegemonik). Dalam relasi hegemonik masyarakat tidak memiliki kuasa untuk menolak rencana pemerintah membangun Resor Wisata Nusa Dua. Mereka menerima proyek top down pemerintah karena mereka dijanjikan akan mendapat kesempatan kerja dan peluang usaha ekonomi pariwisata. Dalam perjalanan berikutnya, masyarakat yang awalnya dalam hegemoni penuh, berani mulai melakukan negosiasi dan bahkan melakukan protes atas praktik pengelolaan Resor Wisata Nusa Dua oleh BTDC dan kalangan investor. Hal ini terjadi sejak zaman reformasi yang memberikan ruang bagi asyarakat untuk menuntut kompensasi atas kepatuhan dan kepasrahan mereka menjual tanahnya pada awal perencanaan pembangunan resor, sesuatu yang tidak terjadi pada zaman sebelum reformasi.
Hasil kajian ini menunjukkan bahwa pengelolaan sebuah resor wisata tidak saja ditentukan oleh manjemen kepariwisataan dan promosi semata tetapi juga oleh situasi politik dan ideologi pariwisata global. Perubahan sosial politik dan tuntutan ideologi pariwisata global memaksa ketiga pilar untuk secara bijak memperjuangkan kepentingan dan memainkan pengaruhnya dengan tujuan sama yakni memastikan agar pengelolaan Resor Wisata Nusa Dua memberikan keuntungan kepada semua pilar dan berjalan secara berkelanjutan.
UDAYANA UNIVERSITY