DEWA PUTU RAMENDRA: "PENGGUNAAN BAHASA BALI PADA GUYUB TUTUR BAHASA BALI KOTA SINGARAJA"
Tingkat tutur bahasa Bali menyediakan sejumlah ragam pilihan kode bagi penutur bahasa Bali untuk digunakan berdasarkan status dan kedekatan antara penutur-mitra tutur. Ragam itu secara umum dibedakan atas kode alus, kode biasa, dan kode kasar. Menurut norma bahasa yang berlaku, kode alus digunakan untuk bercakap-cakap dengan atau di antara peserta tutur triwangsa; kode biasa digunakan untuk bercakap-cakap dengan atau di antara peserta tutur jaba; sedangkan, kode kasar digunakan untuk bercakap-cakap dengan atau di antara peserta tutur yang sangat akrab, merujuk hewan, atau untuk mengungkapkan rasa kesal.
Sejalan dengan perkembangan zaman, dari zaman tradisional ke zaman modern, penentuan kelas sosial masyarakat Bali yang mulanya hanya berdasarkan wangsa, yakni triwangsa dan jaba, mengalami dinamika. Keanggotaan kelas sosial tidak lagi hanya bergantung pada wangsa, tetapi juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lain, seperti pendidikan, pekerjaan, kekayaan, dan sebagainya. Berdasarkan dinamika Itu, penutur jaba, selain triwangsa, memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi bagian kelas atas.
Dinamika sosial masyarakat tersebut menarik untuk dikaji sehubungan dengan penggunaan tingkat tutur bahasa Bali, apalagi Suastra (1998) dan Seken (2004) telah mengungkapkan bahwa penelitian-penelitian tentang penggunaan bahasa Bali masih sangat perlu untuk dilakukan. Hal itu mendorong dilakukannya pengkajian penggunaan tingkat tutur bahasa Bali pada guyub tutur Kota Singaraja.
Guyub tutur Kota Singaraja dipilih sebagai tempat penelitian karena beberapa keunikan sebagai berikut. Pertama, guyub tutur Kota Singaraja memiliki stereotip negatif sebagai guyub tutur yang penggunaan bahasanya kasar (Laksana, 2009: 111; dan Wingarta, 2009: 12). Kedua, Kota Singaraja sempat menjadi kota pelabuhan yang ramai dan juga pusat pemerintahan sehingga penggunaan bahasa Bali di kota itu banyak mendapat pengaruh luar (Sukrata dalam Ginarsa dkk., 1975: 28). Ketiga, berbeda dengan wilayah Bali yang lainnya, Kota Singaraja bemuansa lebih egaliter (Wingarta, 2009 :80).
UDAYANA UNIVERSITY