Promosi Doktor Program Doktor Ilmu Kedokteran: Ni Putu Yuliawati

Kamis, 16 Januari 2020, bertempat di Aula Gedung Pascasarjana Program Studi Doktor Ilmu Kedokteran mengadakan Sidang Promosi Doktor atas nama Ni Putu Yuliawati dengan judul Disertasi "POLIMORFISME GEN X-RAY REPAIR CROSS  COMPLEMENTING-1 rs25487 DAN GEN HUMAN 8-OXOGUANINE GLYCOSYLASE-1 rs10S2133 SEBAGAI FAKTOR RISIKO PTERIGIUM"

Pada penelitiannya Pterigium merupakan proliferasi jaringan fibrovaskular pada konjungtiva bulbi berbentuk segitiga atau menyerupai  sayap yang dapat menginvasi kornea superfisial. Pertumbuhanlesi pterigium menyerupai tumor (tumorigenic) bersifat ringan,  sedang sampai invasif ke jaringan dibawahnya denganpeningkatan pertumbuhan pembuluh darah baru pada lesipterigiurn di permukaan bola mata. Patogenesis pterigiumbelum sepenuhnya diketahui, penelitian epidemiologimenunjukkan korelasi antara radiasi ultraviolet intimidasi. ' ,
infeksi virus, debu, iritasi kronis dan faktor genetik mempunyaiperanan penting dalam terjadinya pterigium, Paparan sinarmatahari merupakan reactive oxygen species (ROS) dapatmerusak DNA dan memicu stress oksidatif. Base excisionrepair (BER) adalah sistem reparasi untuk memperbaikikerusakan DNA. Gen dalam sistem BER yaitu Xsray repaircross complementing-I (XRCC 1) dan human-s-oxcguantneglycosylase 1 (hOGG1) berperan pada perbaikan kerusakanDNA akibat radiasi. Polimorfisme pada gen sistem BER akanmenurunkan kemampuannya dalarn memperbaiki kerusakanDNA. Tujuan penelitian ini adalah untuk membuktikan bahwapolimorfisme gen XRCCl rs25487 dan gen hOGG1 rs1052133merupakan faktor risiko terjadinya pterigium.Penelitian ini merupakan nested case-control studydengan total 106 sampel pterigium primer yang datang ke polimata Rmah sakit tempat penelitian. Sampel penelitian dibagi menjadi kelompok kontrol dan kelompok kasus (pterigium) yang kemudian diambil sampel darahnya dan dianalisis denganteknik Polymerase Chain Reaction (PCR), Sebelum di sekuensing produk PCR dipurifikasi menggunakan Gel/PCR DNA fragment extraction kit dari Genecaid. Untuk mendeteksi  adanya polimorfisme gen XRCC1 rs25487 dan gen hOGG1  rs1052133 pada amplicon PCR, dilakukan sekuensing DNA  dengan primer dari gen XRCC1 dan hOGG1. Analisis statistik  dengan uji Chi-square dengan kemaknaan p<0,05. 
Hasil penelitian ini menunjukkan odds ratio dari  polimorfisme genotip heterozigot AG dan genotip homozigot GG gen XRCC1 adalah 4,3 (95%CI = 1,1-16,7, p = 0,02)  sehingga individu yang membawa setidaknya satu alel (A/G atau G/G) memiliki risiko 4,3 kali lipat untuk terjadinya  pterigium dibandingkan dengan mereka yang membawa genotip  wild type AA. Genotip heterozigot CG dan homozigot GG gen  hOGO1 memiliki odd ratio 4,9 (95%CI = 1,7-14,6, p= 0,002),  sehingga individu yang membawa setidaknya satu al el (C/G  atau G/G) memiliki risiko 4,9 kali lipat untuk terjadinya  pterigium dibandingkan dengan mereka yang membawa genotif  wild type CC. 
Kesimpulan penelitian ini adalah polimorfisme gen  XRCC1 rs25487 merupakan faktor risiko terjadinya pterigium  sebesar 4,3 kali (OR = 4,3; IK 95%= 1,1-16,7, p = 0,02).  Polimorfisme gen hOOG1 rs 1052133 merupakan faktor risiko  terjadinya pterigium sebesar 4,9 kali (OR = 4,9; lK 95% = 1,7- 14,6 , p = 0,002). Polimorfisme Gen hOGO1 rs1052133  merupakan faktor risiko yang paling dominan dalam  mekanisme variasi genetik terhadap kejadian pterigium. Perlu  penelitian lebih lanjut terhadap faktor risiko pterigium yang lain  mengingat etiologi terjadinya pterigium dipengaruhi oleh  beberapa faktor risiko yang lain seperti peradangan dan infeksi.  Pemberian edukasi dan informasi pentingnya penggunaan alat  pelindung dari paparan sinar matahari seperti topi dan kacamata  anti radiasi (sunglassesi dapat menjadi saran terhadap hasil  penelitian ini.